Pages

Senin, 26 Januari 2015

Terpikat Batu Mulia (akik)

Ada yang cuma gaya-gayaan, ada pula yang yakin dengan daya mistisnya.
Saat ini, batu akik tak hanya monopoli orang tua, namun juga digandrungi anak muda
Hari masih pagi. Jam di tangan masih menunjuk angka delapan. Daun pintu sejumlah rumah di perkampungan padat penduduk ini masih tertutup rapat.
Namun tidak di rumah Ade Hermansyah (26). Rumah mungil yang terletak di Kampung Areman, Tugu, Cimanggis, Depok, Jawa Barat ini sudah terlihat riuh. Sejumlah orang tampak hilir mudik, keluar masuk rumah yang dijepit gang sempit ini.
Raungan mesin gerinda terdengar dari ruangan kecil di samping rumah pemuda yang ramah ini. Tak hanya itu, dari ruangan ini juga terdengar suara benda keras yang dipotong dengan mesin.
Suara itu berasal dari dua mesin pengolah batu. “Mesin ini merupakan hasil modifikasi saya sendiri,” ujar pria yang biasa disapa Kolay
Mesin pengolah batu akik.
Mesin pengolah batu ini tampak sederhana, hanya satu perangkat untuk memotong batu. Sementara mesin satunya berfungsi menggosok dan menghaluskan batu yang sudah dibentuk.
Dua mesin ini hanya ditopang meja kecil yang terbuat dari kayu setinggi setengah meter. Di atas mesin yang berfungsi menghaluskan, terpasang lampu bohlam yang terus menyala saat Kolay bekerja.
Dua selang berukuran kecil terus mengalirkan air ke nampan plastik yang ada di bawah dua mesin ini. Air itu berasal dari dua botol plastic bekas air mineral berukuran satu liter yang digantung dan menempel di dinding.
”Mesin pemotong ini saya rangkai dari mesin pompa air bekas,” ujar Kolay menjelaskan. Sementara, mesin gosok yang berfungsi menghaluskan berasal dari mesin gerinda.
Selain dua mesin pengolah batu, tampak etalase berukuran 2m x 30cm di ruang kerja Kolay. Sejumlah batu akik berjejer dalam etalase kaca. Selain itu tampak deretan emban (ring cincin) dan bongkahan batu.
Persis di depan etalase ada meja kecil dan bangku panjang yang berfungsi sebagai ruang tunggu pelanggan. “Saya sudah dua tahun menekuni profesi ini,” ujar Kolay.
Ia memutuskan menjadi perajin batu akik sejak batu mulia ini booming dan banyak diminati.
Kolay tertarik menekuni bisnis ini karena keuntungannya menggiurkan. Menurut dia, keuntungan menjadi perajin dan bisnis batu akik bisa mencapai 90 persen.
Kolay menangkap peluang booming batu akik dengan memberikan jasa pengolahan batu. Ia mengolah batu dari bongkahan hingga jadi batu akik siap pakai.
Jasa yang Kolay berikan mulai dari memotong, membentuk hingga memoles batu akik menjadi bagus dan menarik. Tarif yang ia patok pun tak terlalu besar.
Untuk mengerjakan satu batu hingga menjadi akik dia hanya menarik ongkos Rp25 ribu. Harga itu untuk konsumen biasa. Kalau untuk pedagang dia hanya memasang tarif Rp20 ribu.
Selain memberikan jasa mengolah batu, Kolay juga menjual batu akik yang sudah jadi. Tak hanya itu. Ia juga menyediakan emban dan batu yang masih dalam bentuk bongkahan.
Dari jasa mengolah batu itu, Kolay bisa mengantongi uang Rp400 ribu dalam sehari. Jika ditambah keuntungan dari menjual batu dan emban bisa meraup Rp1 juta lebih dalam sehari.
“Modal awal saya membuka jasa pengolahan batu akik ini hanya Rp50 ribu,” ujarnya mengenang. Menurut dia, uang itu ia gunakan untuk membeli mesin pompa air bekas yang ia modifikasi menjadi mesin pemotong batu.
Hanya dalam waktu sebulan, uang Rp50 ribu itu berkembang pesat dan beranak pinak. Salah satunya, ia bisa membeli mesin gerinda untuk membentuk dan memoles batu juga membeli etalase sekaligus isinya.
Estetik Hingga Mistik
Kolay mengatakan, dalam sehari ia bisa mengolah sekitar 20 batu. Meski ia membuka ‘bengkel’ nya di rumah, di antara gang sempit, ‘workshop’ nya tak pernah sepi. Setiap hari banyak pelanggan yang datang untuk mengolah batu atau sekadar diskusi soal batu.
Pasalnya, selain sebagai bengkel batu, rumahnya juga menjadi tempat berkumpulnya para penyuka dan penggila batu. Ahmad Kosasih (67) misalnya.
Pensiunan PT Pertamina ini sudah ‘nongkrong’ di rumah Ade sejak pagi. Kosasih mengaku sering datang ke rumah Ade untuk mengolah batu akik yang ia koleksi.
Seperti pagi itu. Ia datang dengan membawa bongkahan batu yang sengaja dibawa dari Kalimantan.
Kakek delapan cucu ini mengaku sudah lama senang dengan batu akik, jauh sebelum batu mulia ini booming dan menjadi tren. “Saya seneng batu sejak usia masih 20 tahun,” ujar Kosasih 
Menurut dia, ada pesona tersendiri dalam batu akik. Daya tarik itu mulai dari warna hingga aura, sehingga batu akik memiliki nilai tersendiri. Meski hobi, Kosasih tak percaya dengan mitos seputar batu akik.
Ia mengaku jatuh cinta kepada batu karena enak dilihat dan indah. “Jadi lebih karena alasan estetik bukan karena adanya unsur mistik.” Kosasih juga tak percaya dengan adanya unsur medis sdalam batu akik.
Namun, kesan berbeda disampaikan Dono Parsetyo (48). Mantan komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) ini mengaku percaya dengan unsur mistis dalam batu akik.
Ia mengatakan pernah mendapatkan batu akik berawal dari mimpi. Awalnya, ia bermimpi diberi batu oleh seseorang. Tak berselang lama, ia bertemu orang tersebut di alam nyata.
Dan orang itu memberikan cincin miliknya secara cuma-cuma. Menurut Dono, batu pemberian itu mampu mengusir ‘penunggu’ rumahnya.
Meski demikian, Dono mengaku ‘gila’ batu akik karena unsur estetik. Ia mengaku hobi batu sejak tahun 1994 lalu, saat bekerja Pontianak, Kalimantan Barat. Ia kepincut batu karena daerah ini memiliki batu yang bagus.
Kesukaan Dono itu juga dirangsang oleh orang tuanya, yang juga hobi koleksi batu. “Saya senang dengan batu karena merasa nyaman dan tenang. Menurut saya ada energi positif yang dipancarkan dari batu akik.” ujarnya 
Selain hobi, ia mengoleksi batu karena alasan ekonomi. Menurut dia, batu bisa menjadi investasi. “Buat saya batu ini bisa menjadi investasi. Karena untuk embannya saya menggunakan emas,” ujarnya menambahkan.
Dono mengaku, ia berburu batu hingga ke Kendari, Sulawesi Tenggara. Saat ini koleksi batu akiknya ada sekitar 60 an buah.

0 komentar: